Dampak Perselingkuhan – Luka yang Tak Pernah Kembali Seperti Sedia Kala
Baru-baru ini ada sebuah berita yang menghebohkan dunia per tik tok an, tentang perselingkuhan, selama ini yang umum terdengar adalah laki-laki atau suami yang berselingkuh lalu meninggalkan anak dan istrinya. Namun berita yang lagi ramai belakangan ini adalah Perempuan atau istri yang berselingkuh dan meninggalkan anak-anak dan suaminya. Apalagi anaknya masih balita dan ada yang masih membutuhkan Air Susu ibunya. Yang akan di bahas bukan mengenai wanita ini, namun perselingkuhan. Apapun alasannya tidak dibenarkan dalam norma agama, kesusilaan dan sosial. Dampak buruk setelah perselingkuhan sangatlah besar baik buat suami/istri maupun anak-anak.
Perselingkuhan bukan hanya soal pengkhianatan; ini adalah retakan dalam fondasi kepercayaan yang paling mendasar dalam hubungan. Dampaknya jauh lebih besar daripada sekadar “kesalahan” dalam rumah tangga. Ia mengubah cara seseorang memandang pasangan, memandang cinta, dan memandang dirinya sendiri.
1. Dampak bagi Pasangan: Perpisahan Lebih Besar Kemungkinan daripada Rujuk
Ketika salah satu pasangan selingkuh, kemungkinan berpisah hampir selalu lebih besar daripada kembali bersatu. Bahkan ketika mereka memilih untuk rujuk, hubungan itu tidak akan pernah kembali utuh.
Rasa percaya yang dulu menjadi pondasi kini runtuh—dan membangunnya kembali hampir mustahil.
Pada hubungan yang memutuskan untuk bertahan, selalu ada bayangan orang ketiga yang pernah masuk:
Bayangan tentang kebersamaan yang pernah dibagi.
Bayangan tentang kata-kata dan sentuhan yang tidak seharusnya terjadi.
Bayangan tentang cinta yang sempat diberikan pada orang lain.
Pasangan yang dikhianati mungkin tampak memaafkan, tetapi pikirannya tidak pernah benar-benar sama. Rasa canggung akan mengendap, bahkan dalam hal-hal kecil seperti tatapan mata atau keheningan di meja makan.
Cinta yang dulu bulat kini terpotong—karena bagian dari cinta itu pernah teralihkan kepada orang lain. Perasaan pasti berubah. Hubungan berubah. Dan meski mereka tetap bersama, yang tersisa adalah versi hubungan yang selalu menyimpan luka laten.
2. Dampak bagi Anak: Luka Tak Terlihat yang Mengikuti Seumur Hidup
Anak-anak mungkin tidak melihat perselingkuhan itu secara langsung, tetapi mereka melihat akibatnya.
Ketika salah satu orang tua selingkuh, sering kali ia memilih menjauh dari rumah:
bukan karena tidak sayang pada anak, tetapi karena malu, terpojok, atau tidak mampu menghadapi kenyataan.
Kepergian itu menciptakan celah emosional yang dalam:
Anak kehilangan figur yang harusnya hadir setiap hari.
Anak merasa bingung: mengapa rumahnya berubah?
Anak mulai mempertanyakan apakah dirinya penyebab perubahan itu.
Jika orang tua yang selingkuh aktif di media sosial, kekhawatiran semakin besar. Dunia digital tidak memiliki belas kasihan. Jejak digital tentang perilaku buruk orang tua bisa menjadi stigma yang kelak:
memengaruhi harga diri anak,
memunculkan rasa malu,
bahkan membuat mereka merasa “harus bertanggung jawab” atas kesalahan orang dewasa.
Anak-anak tidak seharusnya menanggung dosa orang tua. Tetapi media sosial tidak selalu peduli pada batas itu.
3. Perselingkuhan Mengubah Arah Masa Depan Keluarga
Satu keputusan yang salah dapat mengubah arah hidup banyak orang:
pasangan yang dikhianati kehilangan rasa aman,
pasangan yang bersalah kehilangan wibawa dan kepercayaan,
anak-anak kehilangan keutuhan rumah dan ketenangan jiwa.
Perselingkuhan bukan sekadar drama rumah tangga—itu adalah gempa keluarga yang meninggalkan retakan struktural.
Bahkan ketika rumah masih tampak berdiri, fondasinya sudah melemah.