Belajar dari Sejarah, Mengapa Kita Bisa Dijajah Begitu Lama
Sejarah mencatat, Indonesia dijajah Belanda selama lebih dari 300 tahun. Angka ini sering membuat kita bertanya-tanya: bagaimana mungkin sebuah bangsa dengan jumlah penduduk yang besar, waktu itu dengan kerajaan-kerajaan yang memiliki pasukan kuat, bisa dikuasai begitu lama oleh bangsa asing yang jumlahnya jauh lebih sedikit?
Jawaban itu tidak lain karena kelemahan dari dalam diri bangsa kita sendiri. Bukan karena kita tidak berani, melainkan karena kita mudah terprovokasi, gampang dipecah belah, dan lebih mengedepankan ego masing-masing daripada persatuan. Belanda berhasil memainkan politik devide et impera, memanfaatkan konflik internal antar-kerajaan, antar-pemimpin, bahkan antar-saudara sebangsa, hingga akhirnya kita tidak pernah benar-benar bersatu melawan penjajahan.
Refleksi ini kembali terasa relevan ketika melihat kondisi bangsa hari ini. Demo yang semestinya menjadi sarana menyuarakan aspirasi, sering berubah menjadi kerusuhan karena provokasi dan kepentingan tertentu. Lagi-lagi, masyarakat mudah tersulut emosi, terbelah pandangan, dan akhirnya melupakan tujuan bersama yang lebih besar. Situasi ini mengingatkan betapa rapuhnya persatuan kita ketika ego dan emosi lebih diutamakan daripada kepentingan bersama.
Sejarah memberi pelajaran berharga: bangsa sebesar apa pun akan mudah ditaklukkan bila tidak mampu menjaga persatuan. Karena itu, tantangan kita hari ini bukan hanya soal ekonomi, politik, atau pembangunan, melainkan juga bagaimana mengendalikan diri, menahan ego, dan menolak provokasi yang bisa memecah belah.
Jika kita ingin benar-benar merdeka—bukan hanya secara politik, tetapi juga dalam berpikir dan bersikap—maka kita harus belajar dari sejarah. Jangan sampai kesalahan yang sama terulang kembali, hanya dalam bentuk yang berbeda.