Rasa Aman, Privilege, dan Ancaman Fragmentasi Kepercayaan Sosial

Kebutuhan akan rasa aman, sebagaimana diungkapkan Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhan dasar, adalah fondasi penting dalam kehidupan manusia. Tanpa rasa aman, manusia akan sulit bergerak ke kebutuhan lain seperti relasi sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Namun, rasa aman itu kini tengah diuji.

Demo yang berujung anarkis dan penjarahan beberapa waktu lalu menimbulkan luka kolektif. Tidak hanya kerugian materiil dan trauma bagi korban langsung, tetapi juga rasa waswas di kalangan masyarakat luas. Sebab dalam benak banyak orang muncul pertanyaan sederhana: hari ini toko orang lain yang dijarah, apakah besok giliran rumah saya? Kekhawatiran semacam ini tidak hanya memudarkan rasa tenang, tetapi juga mengikis kepercayaan sosial.

Hal yang menimbulkan ironi lebih jauh adalah ketika pejabat negara—yang seharusnya memiliki lapisan keamanan lebih kuat karena akses terhadap aparat—ikut menjadi korban penjarahan. Kondisi ini terasa aneh dan sekaligus menimbulkan pertanyaan besar: jika mereka yang punya privilege terhadap perlindungan negara saja bisa diserang, bagaimana nasib masyarakat biasa yang tidak punya akses atau kedekatan dengan aparat? Logika sederhana masyarakat akan berkata: kalau pejabat saja bisa jadi korban, siapa yang bisa menjamin keamanan warga biasa?

Ketidakpastian inilah yang berbahaya. Rasa aman yang menurun dapat melahirkan reaksi balik di tengah masyarakat. Salah satunya adalah potensi meningkatnya kebutuhan terhadap jasa keamanan swasta. Orang bisa saja beranggapan bahwa tenaga keamanan profesional yang dibayar langsung akan lebih loyal dibanding aparat negara yang dianggap tidak selalu hadir tepat waktu. Fenomena ini sebenarnya sudah terlihat di beberapa tempat: perusahaan besar, pemukiman elit, hingga individu dengan kemampuan finansial lebih, cenderung mempercayakan rasa aman mereka kepada pihak swasta.

Namun, di balik itu tersimpan risiko yang lebih besar. Jika masyarakat semakin mengandalkan keamanan swasta, maka akan terjadi ketimpangan perlindungan. Mereka yang mampu membayar jasa keamanan akan merasa lebih terlindungi, sementara yang tidak mampu akan semakin terpinggirkan dan rentan. Akhirnya, rasa aman yang seharusnya bersifat universal justru berubah menjadi komoditas eksklusif yang hanya bisa dinikmati sebagian kelompok. Situasi ini bisa memperlebar jurang kepercayaan sosial, bahkan menimbulkan fragmentasi dalam masyarakat.

Di titik inilah pentingnya peran negara untuk hadir lebih tegas. Aparat keamanan bukan hanya dituntut menjaga ketertiban, tetapi juga harus membangun rasa percaya bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama atas perlindungan. Negara tidak boleh membiarkan kebutuhan dasar berupa rasa aman ini terprivatisasi menjadi milik segelintir orang. Sebab jika itu terjadi, kita tidak hanya kehilangan rasa aman, tetapi juga kehilangan rasa kebersamaan sebagai bangsa.

Postingan populer dari blog ini

Parkir Kendaraan Bermotor di Stasiun Bogor

SMK SMAKBO baru

Durian Kabupaten Purworejo