Koperasi Gagal Bayar—Sandiwara yang Terus Diulang

Seolah menjadi pola yang tak pernah putus, koperasi simpan pinjam yang gagal bayar terus bermunculan. Hari ini di Boyolali, besok di Magelang, lusa mungkin di kota lain. 

Laporan demi laporan mengabarkan hal serupa: uang simpanan tak bisa dicairkan, pengurus menghilang, dan anggota hanya bisa menunggu tanpa kepastian. Pertanyaannya: sampai kapan kita akan terus menonton sandiwara ini?

Fenomena ini bukan sekadar kebetulan, tapi akibat dari sistem yang lemah dan budaya yang permisif. Banyak koperasi didirikan bukan karena semangat membangun ekonomi kolektif, melainkan sebagai kendaraan mencari keuntungan pribadi. Dengan bendera koperasi yang secara hukum lebih “longgar” dibanding lembaga keuangan formal, para pengelola nakal punya ruang besar untuk menyulap modal anggota menjadi jebakan. Hal ini terjadi karena literasi anggota dan yang akan menjadi anggota kurang. Banyak pihak yang memanfaatkan ketidaktahuan mengenai aturan koperasi. 

Masalah makin parah karena pengawasan dari otoritas kerap datang terlambat, ketika kerugian sudah terjadi dan dana sudah menguap. Rapat anggota tahunan (RAT) hanya menjadi ritual simbolik. 

Tak sedikit anggota yang datang tanpa memahami apa yang dibahas, asal angkat tangan tanda setuju, karena yang penting “imbalannya lancar”. Ketika imbal hasil yang dijanjikan makin tinggi tanpa dasar usaha yang jelas, seharusnya itu menjadi alarm bahaya—namun sering kali justru dianggap peluang emas.

Ironisnya, setelah semua terbongkar, masyarakat tetap mudah tergoda skema serupa, dengan nama baru, orang baru, dan janji yang diulang. 

Di sinilah literasi keuangan menjadi kunci utama. Selama masyarakat tidak dibekali kemampuan berpikir kritis terhadap tawaran keuangan, selama mereka tergiur oleh iming-iming bunga tinggi tanpa logika bisnis yang masuk akal, maka pelaku kejahatan akan selalu menemukan pasar.

Kita tidak bisa berharap kasus seperti ini berhenti hanya dengan menyesalkan yang sudah terjadi. Diperlukan langkah nyata, dari pendidikan masyarakat, penegakan hukum yang tegas, hingga reformasi menyeluruh terhadap tata kelola koperasi. Tanpa itu semua, koperasi yang gagal bayar akan terus bermunculan. Dan setiap kali itu terjadi, bukan hanya uang yang hilang—tetapi juga kepercayaan terhadap konsep koperasi itu sendiri.

Postingan populer dari blog ini

Parkir Kendaraan Bermotor di Stasiun Bogor

SMK SMAKBO baru

Durian Kabupaten Purworejo