Selat Hormuz Tak Lagi Strategis? Jalur Sutra Modern Iran–China Mengubah Peta Geopolitik

Selama puluhan tahun, Selat Hormuz menjadi urat nadi ekonomi global. Sekitar 20% dari perdagangan minyak dunia melewati jalur sempit ini. Tak heran jika Amerika Serikat menempatkan kekuatan militernya secara intensif di kawasan tersebut. Bukan hanya untuk menjamin kelancaran energi global, tetapi juga sebagai bagian dari strategi tekanan terhadap negara-negara seperti Iran.

Namun, peran strategis Selat Hormuz tampaknya mulai tergeser. Iran, yang selama ini menjadi target sanksi ekonomi dan embargo Barat, kini membuka jalur baru yang dapat mengubah keseimbangan kekuatan: kereta api langsung ke China. Jalur darat ini bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan bagian dari transformasi geopolitik global yang lebih besar — sebuah Jalur Sutra era modern.

Jalur Darat Iran–China: Alternatif dari Laut

Jalur kereta api ini melewati sejumlah negara Asia Tengah seperti Kazakhstan, Kyrgystan, Turkmenistan, dan Uzbekistan, lalu menghubungkan Iran dengan China. Selain mempercepat waktu pengiriman barang (dari 30–40 hari lewat laut menjadi hanya sekitar 15 hari lewat darat), jalur ini juga menghindari pengawasan militer Amerika di perairan Teluk.

Lebih dari sekadar proyek logistik, infrastruktur ini menjadi strategi bertahan Iran menghadapi tekanan global. Bersama China, Iran mulai menemukan napas segar dalam ekspor-impor, mengalirkan barang dan sumber daya tanpa perlu melewati Selat Hormuz yang selama ini dijaga ketat oleh kapal perang AS.D

Dari Logistik ke Politik: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Menurut laporan dari gelora.id (21 Juni 2025), pengoperasian kereta pertama dari China ke Iran dimulai hanya dua minggu sebelum Israel melancarkan serangan ke wilayah Iran. Tanggal 13 Juni 2025. Apakah ini kebetulan? Atau justru ada kaitan langsung?

Pembangunan jalur ini jelas merugikan kepentingan geopolitik Barat. Amerika Serikat dan sekutunya kehilangan alat tekanan ekonomi. Jika Iran bisa berdagang secara bebas tanpa harus melewati Selat Hormuz atau menggunakan sistem perbankan internasional yang dikuasai Barat, maka seluruh strategi sanksi yang selama ini digunakan menjadi kurang efektif.

Dalam perspektif ini, serangan militer bisa jadi merupakan bentuk “respon” terhadap bergesernya pusat kendali logistik dunia.

Jalur Sutra Baru: Mengulang Sejarah dalam Format Modern

Apa yang dilakukan China bersama Iran ini bukan sesuatu yang benar-benar baru. Ini adalah pengulangan sejarah. Jalur Sutra kuno pernah menghubungkan Tiongkok dengan Eropa dan dunia Islam melalui daratan Asia Tengah. Kini, versi modernnya hadir lewat kereta api dan rel logistik yang memotong gurun, pegunungan, dan batas diplomasi.

Dengan Iran menjadi simpul utama, jalur ini bahkan bisa menjadi jalur alternatif bagi ekspor-impor Tiongkok ke Eropa, tanpa perlu melewati Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Terusan Suez, atau Selat Gibraltar — jalur-jalur yang selama ini diawasi dan dikontrol kekuatan Barat.

Penutup: Selat Hormuz Akan Sepi?

Tentu, Selat Hormuz belum akan sepenuhnya ditinggalkan. Namun peran sentralnya mulai menurun. Negara-negara seperti Iran yang selama ini terpojok kini bisa mencari napas lewat jalur darat. Dengan teknologi, kemitraan strategis, dan jalur logistik baru, peta geopolitik dunia mulai berubah. Mungkin inilah yang sebenarnya mengusik status quo dan memicu konflik terbaru.

Pertanyaannya kini: apakah dunia siap dengan keseimbangan baru, ketika dominasi laut perlahan digantikan oleh rel-rel besi yang membelah benua?

Postingan populer dari blog ini

Parkir Kendaraan Bermotor di Stasiun Bogor

SMK SMAKBO baru

Durian Kabupaten Purworejo