Bahaya Demo Anarkis bagi Dunia Usaha dan Masyarakat
Demonstrasi adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Selama dilakukan dengan tertib dan damai, demo merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang harus dihormati. Namun persoalannya menjadi berbeda ketika demo berubah menjadi anarkis—merusak fasilitas umum, menutup akses jalan, hingga mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat, bahkan sampai menjarah.
Dunia usaha adalah salah satu pihak yang paling terdampak. Ketika jalur distribusi terhambat, toko dan kantor harus tutup, atau fasilitas rusak akibat massa yang tidak terkendali, maka roda ekonomi pun terganggu. Penjarahan menjadi momok yang paling menakutkan dunia usaha. Banyak pelaku usaha kecil maupun besar merugi, bahkan tidak sedikit yang akhirnya gulung tikar. Ujungnya, pekerja menjadi korban dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dampak jangka panjangnya lebih serius lagi. Investor, baik dalam negeri maupun luar negeri, akan ragu menanamkan modal di tempat yang dianggap tidak stabil. Mereka tentu mencari lokasi dengan kepastian hukum, keamanan, dan ketertiban yang lebih terjamin. Jika kondisi anarkis terus berulang, bukan hanya investasi yang menjauh, tetapi juga peluang kerja baru akan menyempit.
Artinya, kerugian akibat demo anarkis tidak hanya ditanggung pemerintah atau dunia usaha, melainkan masyarakat luas. Rakyat kecil, pedagang, pekerja harian, dan karyawan adalah pihak pertama yang merasakan dampak pahitnya.
Karena itu, penting untuk menegaskan kembali: menyampaikan aspirasi boleh, bahkan dijamin undang-undang. Tetapi harus ada kesadaran bersama bahwa aspirasi tidak boleh berubah menjadi anarki. Jika aspirasi disuarakan dengan damai, suara rakyat tetap terdengar, ekonomi tetap berjalan, dan masyarakat tidak dirugikan.