Belajar Mandiri dari Seorang Mahasiswa di Negeri Orang
Tahun 2025 menjadi tahun yang istimewa bagi saya. Anak kedua yang sedang menempuh tahun kedua kuliah di Tiongkok tiba-tiba meminta agar uang bulanan dari rumah dihentikan. Alasannya sederhana, tetapi sarat makna: uang saku dari universitas sudah cukup, dan ia juga memiliki penghasilan sendiri. Usaha yang dirintis sejak SMA. Disamping melakoni pekerjaan jastip ketika liburan tiba.
Bagi banyak orang tua, terutama yang anaknya kuliah di luar negeri, memberi dukungan finansial setiap bulan adalah hal lumrah. Namun, di balik kebiasaan itu, sering kali kita lupa bahwa anak juga perlu ruang untuk belajar mandiri. Keputusan anak saya ini mengingatkan bahwa kemandirian tidak datang tiba-tiba; ia adalah hasil dari pendidikan nilai, latihan disiplin, dan dorongan untuk berani mengelola hidupnya sendiri.
Fenomena seperti ini seharusnya menjadi inspirasi, bukan hanya bagi mahasiswa, tetapi juga bagi orang tua dan lembaga pendidikan. Orang tua perlu percaya bahwa anak mampu mengatur dirinya, sementara lembaga pendidikan harus menciptakan peluang yang memberi mahasiswa pengalaman kerja atau beasiswa yang memadai. Dengan begitu, kemandirian bukan lagi sekadar teori, melainkan praktik nyata.
Di tengah maraknya cerita tentang “generasi sandwich” yang kesulitan mengatur keuangan, langkah-langkah kecil menuju kemandirian finansial patut diapresiasi. Sebab, anak muda yang belajar hidup dari jerih payah sendiri akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh, bijak, dan bertanggung jawab.