Adakah Pegawai Tanpa Kinerja
Secara prinsip dan aturan manajemen kinerja pegawai—setiap pegawai wajib memiliki kinerja yang dapat diukur, karena kinerja adalah bentuk pertanggungjawaban atas tugas dan fungsi jabatan yang diemban. Namun dalam praktiknya, memang bisa terjadi kondisi di mana:
Pegawai tampak “tidak memiliki kinerja” karena pekerjaannya dikerjakan oleh orang lain, misalnya:
- Pegawai pasif atau tidak menjalankan tugasnya, sehingga tugasnya diambil alih oleh rekan kerja atau atasan demi kelangsungan pekerjaan.
- Penugasan tidak jelas, jabatan hanya bersifat struktural atau administratif tanpa tugas nyata yang diberikan.
- Pejabat baru menjabat tapi belum diberi penugasan konkrit atau belum disesuaikan SKP-nya.
- Pegawai yang sering cuti/tidak hadir, sehingga pekerjaan teknisnya dilimpahkan.
- Pembagian kerja tidak adil, di mana beban kerja lebih banyak ditanggung oleh pegawai tertentu saja.
- Penempatan yang tidak sesuai kompetensi, membuat pegawai tersebut hanya “menumpang jabatan”.
Akibatnya:
- Pegawai tersebut tetap memiliki SKP, tetapi capaian kinerjanya bisa nol atau tidak relevan, karena pekerjaan tidak dikerjakan sendiri.
- Jika tidak diawasi, ini bisa menciptakan kesenjangan kinerja, di mana pegawai yang aktif dibebani ganda, dan yang pasif tetap memperoleh penilaian yang tidak mencerminkan kinerja sebenarnya.
Solusinya:
- Atasan wajib menyesuaikan tugas dan SKP sesuai realita kontribusi pegawai.
- Evaluasi kinerja triwulan harus mencerminkan siapa yang benar-benar mengerjakan pekerjaan.
- Perilaku kerja juga dinilai—jika pegawai tidak menjalankan tugasnya, aspek integritas, komitmen, dan tanggung jawab bisa mendapat nilai rendah.
- Diperkuat dengan monitoring harian atau mingguan oleh pejabat pengawas langsung.
Jadi, dalam sistem yang sehat, tidak boleh ada pegawai yang “tidak memiliki kinerja”. Jika ada, maka perlu dilakukan penyesuaian, pembinaan, atau bahkan penindakan.