Lisan Yang Lupa Dijaga, Dosa Yang Terus Mengalir
Ghibah adalah menyebutkan hal-hal yang tidak disukai seseorang saat ia tidak hadir, meskipun apa yang dikatakan itu benar. Perbuatan ini mencederai kehormatan dan menodai persaudaraan, sebab setiap insan pasti ingin dijaga harga dirinya, apalagi saat ia tak berada untuk membela diri.
Berikut beberapa ciri-ciri ghibah yang bisa dikenali:
-
Membicarakan orang yang tidak hadir – Ghibah terjadi saat seseorang dibicarakan di belakangnya, tanpa sepengetahuan atau kehadirannya.
-
Menyebutkan hal yang tidak disukai oleh orang tersebut – Meskipun benar, jika yang dibicarakan merasa tersinggung atau tidak suka, maka termasuk ghibah.
-
Isi pembicaraan merendahkan atau membuka aib – Topik yang dibicarakan sering kali bersifat negatif, seperti kekurangan fisik, kebiasaan buruk, atau kesalahan masa lalu.
-
Tidak ada tujuan yang dibenarkan secara syar’i – Ghibah biasanya dilakukan tanpa ada maslahat, hanya untuk melampiaskan emosi, bergosip, atau mencari hiburan.
-
Menjadi kebiasaan dalam percakapan sehari-hari – Sering kali ghibah dilakukan tanpa sadar karena sudah menjadi bagian dari obrolan santai.
Apakah ada perbedaan antara ghibah dengan menggunjing. Secara makna, ghibah dan menggunjing sebenarnya sama, hanya berbeda dari segi bahasa:
-
Ghibah adalah istilah dalam bahasa Arab, digunakan dalam konteks keislaman. Dalam istilah syariat, ghibah adalah menyebut sesuatu tentang orang lain yang tidak disukainya saat ia tidak hadir, meskipun hal itu benar.
-
Menggunjing adalah padanan kata dalam bahasa Indonesia. Artinya pun serupa: membicarakan keburukan orang lain di belakangnya.
Jadi, perbedaannya hanya pada asal kata dan konteks penggunaannya. Kalau dalam pembahasan agama atau ceramah, istilah “ghibah” lebih sering dipakai. Sedangkan “menggunjing” biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari atau konteks umum.
Nah, ini penting dibedakan karena ghibah dan prasangka itu dua hal berbeda, meskipun bisa saling terkait. Berikut perbedaannya:
- Ghibah adalah ekspresi nyata, biasanya lewat kata-kata.
- Prasangka adalah sesuatu yang masih tersimpan dalam pikiran atau hati.
- Keduanya dilarang dalam Islam jika bersifat buruk dan tanpa dasar yang jelas.
Alasan kenapa orang sering tidak sadar bahwa ghibah itu dosa:
-
Sudah jadi kebiasaan dalam obrolan
Ghibah sering terselip dalam candaan, ngobrol santai, atau "curhat". Karena sering dilakukan, jadi terasa biasa dan tidak terasa sebagai dosa. -
Berkedok kepedulian atau curhat
Kadang orang bilang, "Aku cuma cerita aja, kok" atau "Ini buat kebaikan dia juga...", padahal sebenarnya sedang membicarakan aib orang lain. -
Tidak paham definisi ghibah yang sebenarnya
Banyak yang mengira ghibah itu hanya fitnah atau berkata bohong. Padahal, walau yang dibicarakan benar, kalau menyakitkan dan dibicarakan di belakang—itu tetap ghibah. -
Lalai dan tidak menjaga lisan
Dalam Islam, menjaga lisan itu salah satu tanda keimanan. Tapi karena godaan lisan itu ringan dan cepat, orang mudah terpeleset tanpa sadar. -
Lingkungan yang permisif
Kalau dalam tongkrongan, keluarga, atau grup WhatsApp sering terjadi ghibah, orang jadi ikut-ikutan tanpa rasa salah. Budaya ini bisa menormalisasi dosa.
Bisa jadi Orang bisa pintar, shalih, bahkan aktif dalam kegiatan keagamaan—tapi tetap harus waspada. Karena ghibah itu dosa yang halus, ringan di mulut, berat di timbangan.
Orang berilmu seharusnya tidak suka berghibah, karena mereka paham betul bahwa ghibah :
- Dosa dan bahaya ghibah itu besar.
- Ghibah merusak amal baik, seperti api membakar kayu kering.
- Ilmu harus diiringi dengan adab dan kontrol diri.
Namun pada kenyataannya tetap dilakukan :
Manusia tetap punya hawa nafsu dan kelemahan. Jadi, ada saja orang yang berilmu menurut pandangan kita akan dapat tergelincir dalam ghibah—entah karena emosi, terbawa suasana, atau kurang menjaga lisan. Bahkan bisa terjadi tanpa disadari, seperti dalam bentuk sindiran halus atau keluhan atau tuduhan.
Maka dari itu, semakin tinggi ilmunya, seharusnya semakin besar rasa takutnya kepada Allah dan semakin hati-hati dalam menjaga lisan. Mereka menyadari bahwa apa yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat. Namun mereka kadang abai.
Ghibah sering kali muncul karena ada rasa negatif dalam hati—dan salah satu pemicunya adalah kebencian atau tidak suka pada seseorang. Tapi sebenarnya, penyebab ghibah bisa lebih luas. Berikut beberapa di antaranya:
1. Kebencian atau dendam
Saat seseorang tidak suka pada orang lain, dia cenderung meluapkan emosi dengan membicarakan keburukannya di belakang. Ini bentuk pelampiasan yang salah.
2. Iri dan dengki
Orang yang iri melihat kelebihan atau keberhasilan orang lain kadang mencoba “menjatuhkan” dengan mengghibahinya.
3. Merasa lebih baik (ujub atau sombong)
Ada yang membicarakan kekurangan orang lain untuk merasa dirinya lebih baik atau lebih mulia.
4. Ingin diterima dalam lingkungan sosial
Kadang orang ikut-ikutan gibah agar tidak dianggap “nggak asyik” atau supaya nyambung dalam tongkrongan.
5. Tidak sadar bahwa yang dilakukan adalah ghibah
Sebagian orang tidak bermaksud jahat, tapi tidak tahu kalau obrolannya sudah masuk ke ranah ghibah.
Kebencian memang bisa jadi akar ghibah, tapi bukan satu-satunya. Hati yang tidak dijaga—baik karena iri, sombong, atau sekadar lalai—bisa dengan mudah mendorong lisan untuk meluncurkan dosa ini.
Hukum ghibah
Hukum ghibah sesama Muslim adalah haram, kecuali dalam kondisi tertentu yang dibenarkan oleh syariat.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”
(QS. Al-Hujurat: 12)
Mengapa haram? Karena ghibah:
- Merusak kehormatan sesama Muslim
- Menanamkan kebencian dan permusuhan
- Merusak ukhuwah dan tali persaudaraan
Secara umum, ghibah bukan termasuk dosa jariyah, karena dosa jariyah adalah dosa yang terus mengalir akibat dampak buruk yang berkelanjutan—mirip konsep pahala jariyah tapi versi negatifnya.
Namun, ghibah bisa menjadi dosa jariyah jika:
- Ghibahnya disebarkan luas, misalnya lewat media sosial, rekaman, tulisan, atau video yang terus ditonton/dibaca orang.
- Menimbulkan fitnah berkepanjangan, permusuhan, atau kerusakan reputasi yang terus berdampak lama setelahnya.
- Menginspirasi orang lain untuk ikut mengghibah – semacam "mengajarkan" dosa lewat contoh buruk.
Contoh nyata
- Menulis komentar buruk, membuat video tentang keburukan sesama Muslim di internet yang dibaca banyak orang = bisa terus mengalir dosanya.
Ghibah yang menyebar & berdampak luas = bisa jadi akan me jadi dosa jariah. Hanya Tuhan yang tahu.