Tuhan Tidak Pernah Cemburu
Manusia, bila dimadu, hatinya remuk. Rasa cinta yang tulus berubah menjadi bara. Cemburu menjadi luka. Sebab manusia mencinta dengan rasa memiliki.
Tapi Tuhan?
Tuhan tidak butuh cinta kita. Tak berkurang keagungan-Nya meski seluruh umat berpaling. Dia Maha Kaya, tak butuh penyembahan. Tapi ketika hamba-Nya memadukan-Nya dengan dunia, kekuasaan, atau ilah lain—bukan Tuhan yang sakit. Kita-lah yang perlahan mati.
Dalam satu malam yang sunyi, seorang pemuda bertanya pada gurunya di beranda masjid tua.
“Guru, jika manusia sakit bila dimadu, apakah Tuhan juga begitu?”
Sang guru menatap langit. “Tidak, Nak. Tuhan tidak sakit... tapi hamba-Nya yang akan merasakan perihnya kehilangan cahaya. Saat cinta pada-Nya dibagi, nur-Nya pun menjauh. Bukan karena Dia marah—tapi karena hati yang kotor tak sanggup lagi menampung suci-Nya.”
Pemuda itu tertunduk. Ia ingat sujudnya yang makin jarang, ingat malam-malam yang dulu hangat bersama istighfar, kini terganti layar biru dan notifikasi fana.
“Manusia cemburu karena takut kehilangan,” lanjut sang guru. “Tapi Tuhan... tidak cemburu. Dia justru memberimu pilihan. Dan pilihan itulah yang akan menentukan, apakah kau ingin kembali, atau dibiarkan larut dalam madumu yang palsu.”
Dan malam itu, di sela tangis pemuda itu, Tuhan tak mengatakan apa-apa. Namun langit terasa lebih dekat, dan hati yang sempit mulai lapang.