Ketika Negara Muslim Diam Melihat Saudaranya Diserang
Ketika Iran diserang, tak ada satu pun negara Muslim di sekitarnya yang benar-benar berdiri membela. Bahkan ketika Gaza dibombardir, Suriah hancur, atau Yaman dilanda perang saudara yang dipicu intervensi luar, dunia Islam tampak terpecah dan pasif. Kita melihat kecaman-kecaman diplomatik, doa bersama, dan pernyataan sikap dari OKI — namun tidak pernah ada tindakan konkret yang menunjukkan persatuan dan kekuatan sebagai umat.
Mengapa ini terus terjadi?
Luka Lama Sejak Khilafah Pecah
Perpecahan di dunia Islam bukanlah fenomena modern. Sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, umat Islam sudah terpecah:
- Pertama oleh konflik kekuasaan (Ali vs Muawiyah).
- Kemudian oleh fragmentasi kekhalifahan (Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah, Turki Utsmani).
- Lalu oleh penjajahan Barat yang meruntuhkan sistem Khilafah secara total di abad ke-20.
Hasilnya? Negara-negara Islam berdiri sendiri-sendiri, dengan kepentingan nasional yang lebih kuat daripada solidaritas keislaman.
OKI: Bungkus Kosong dari Mimpi Besar
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang lahir pasca pembakaran Masjid Al-Aqsa pada 1969, dibayangkan sebagai wadah persatuan dunia Islam. Namun dalam praktiknya, OKI lebih sering menjadi forum basa-basi diplomatik:
- Tidak punya pasukan perdamaian.
- Tidak punya mekanisme sanksi antar anggota.
- Tidak mampu menyelesaikan konflik internal negara Islam, apalagi menghadapi intervensi asing.
OKI hanyalah bungkus simbolik, yang kadang digunakan untuk menutupi ketidakberdayaan kolektif umat.
Kepentingan Politik Lebih Kuat dari Ukhuwah
Realitas politik hari ini sangat jauh dari ideal ukhuwah Islamiyah. Banyak negara Muslim:
- Tergantung pada bantuan ekonomi Barat.
- Berada dalam pengaruh militer Amerika atau kekuatan global lainnya.
- Saling bersaing berebut pengaruh regional, seperti Iran vs Arab Saudi, Qatar vs UEA, atau Turki vs Mesir.
Artinya, saat Iran diserang, misalnya, negara tetangganya mungkin melihat itu bukan sebagai musibah umat, tapi sebagai keuntungan strategis. Diam bukan karena tidak peduli, tapi karena bisa jadi diam adalah bagian dari strategi diam-diam “mengurangi” kekuatan saingan.
Kapan Umat Ini Bersatu?
Kita sering mengulang slogan "umat Islam itu satu tubuh." Tapi tubuh ini tampaknya kini tidak lagi punya satu jiwa, tidak lagi punya satu rasa sakit. Luka di satu bagian tubuh justru diabaikan oleh bagian lainnya — atau malah digunakan sebagai kesempatan untuk naik kelas secara politik.
Persatuan Islam hari ini lebih banyak ada di khutbah dan konferensi. Tapi tidak di medan nyata. Dan selama umat Islam masih dikuasai oleh ego negara, gengsi mazhab, dan perang pengaruh geopolitik, maka konflik demi konflik akan terus mengoyak dunia Islam — bukan oleh musuh luar, tapi oleh kelalaian dan perpecahan dari dalam.