Penyesalan datang di belakang
Perasaan yang sangat umum dialami banyak orang terhadap penyesalan yang datang di belakang.
Dulu, saat masih SD atau SMP, hidup terasa seperti rutinitas: datang ke sekolah, mengerjakan PR, lalu pulang. Semua dijalani sebatas kewajiban, bukan karena memahami tujuan.
Saat SMA, mulai terasa sedikit kesadaran. Ada momen nongkrong dengan teman, belajar pun mulai lebih serius — sedikit demi sedikit muncul keinginan untuk jadi seseorang, walau belum jelas siapa.
Lalu kuliah pun datang. Harapan baru terbuka, tapi seringkali kita hanya menjalani yang penting lulus. Nilai akademik biasa saja, semangat pun naik turun. Fokus lebih banyak ke organisasi, teman, atau sekadar bertahan hidup di kota perantauan.
Namun semua itu akan terasa ketika dunia kerja datang. Saat tanggung jawab mulai menumpuk, tekanan hidup datang dari segala arah, dan kompetisi tak kenal ampun. Di titik itulah sering muncul penyesalan:
"Andai dulu aku belajar lebih giat..."
"Andai aku manfaatkan waktu lebih baik..."
"Seandainya aku sadar lebih awal..."
Tapi hidup memang begitu. Tidak semua orang diberi kesadaran lebih dini. Dan penyesalan bukan untuk ditangisi terus-menerus, tapi dijadikan bahan bakar untuk melangkah lebih bijak hari ini.
Karena sesungguhnya, yang penting bukan seberapa baik kita memulai, tapi bagaimana kita memperbaiki dan memaksimalkan sisa perjalanan yang ada.