Komentar Pendukung Penghinaan di Media Sosial Perlu Dipertanggungjawabkan
Di era digital, media sosial telah menjadi ruang publik baru yang memungkinkan siapa saja untuk menyuarakan pendapat. Namun, kebebasan berbicara sering kali disalahgunakan untuk menyebarkan penghinaan, fitnah, dan ujaran kebencian dalam bentuk meme maupun komentar. Tidak sedikit pula pengguna yang memberikan dukungan melalui komentar terhadap konten penghinaan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah mereka yang mendukung penghinaan di media sosial juga perlu dikenai sanksi hukum?
Secara etis, memberikan komentar dukungan atas meme penghinaan merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Dukungan semacam ini menunjukkan pembenaran terhadap perilaku merendahkan martabat orang lain. Ketika seseorang menulis “Setuju banget, pantas dia dihina,” komentar tersebut tidak hanya memperkuat efek penghinaan, tetapi juga turut menyebarkan energi negatif dan kebencian ke khalayak yang lebih luas.
Dari sisi hukum, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan ruang untuk menjerat pelaku penghinaan digital. Jika komentar dukungan tersebut mengandung unsur pencemaran nama baik atau ujaran kebencian, maka secara hukum dapat dianggap sebagai bagian dari tindak pidana. Meski demikian, perlu kehati-hatian dalam penegakan hukum, agar tidak semua bentuk opini atau persetujuan semata-mata dianggap kriminal.
Namun, bukan berarti para pendukung konten hinaan bisa berlindung di balik kebebasan berekspresi. Ketika dukungan yang diberikan mengandung kata-kata yang menyerang, merendahkan, atau bahkan menyebarkan kebencian, maka ia telah melampaui batas etika dan berpotensi melanggar hukum. Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat sadar bahwa setiap komentar di media sosial memiliki konsekuensi, baik sosial maupun hukum.
Pada akhirnya, meskipun tidak semua komentar dukungan terhadap meme penghinaan layak dipidanakan, negara dan masyarakat harus mendorong terciptanya ruang digital yang sehat. Ini termasuk mendidik pengguna agar tidak ikut memperkuat penghinaan, baik melalui unggahan maupun komentar. Penegakan hukum yang selektif, adil, dan berbasis edukasi harus menjadi pendekatan utama.