Pungutan Liar Menghancurkan Semangat Usaha Kecil

Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memajukan UMKM, masih banyak pelaku usaha kecil yang terpaksa memilih jalur sunyi: menjadi home industri yang tidak menonjol, bukan karena keterbatasan kemampuan, tapi karena tekanan sosial yang menyesakkan.

Fenomena pungutan liar tidak hanya datang dari satu pihak. Ia menjelma dalam berbagai wajah: atas nama pemuda lingkungan, karang taruna, RT, RW, bahkan ormas. Semua dengan dalih "kontribusi untuk masyarakat sekitar," namun ujung-ujungnya adalah setoran yang dibungkus tekanan terselubung. Jika tidak dituruti, ancamannya bukan hanya dalam bentuk kata-kata, tapi bisa berupa intimidasi, gangguan terhadap usaha, hingga tekanan sosial yang membuat pelaku usaha memilih mundur.

Bagaimana mungkin pelaku usaha bisa maju jika sejak awal sudah diperas? Belum sempat berkembang, sudah harus mengeluarkan uang atas nama keamanan atau ketenangan berusaha. Padahal, kenyamanan berusaha seharusnya dijamin oleh negara, bukan oleh oknum-oknum yang menjual perlindungan sosial sebagai dalih.

Akibat dari situasi ini, banyak pelaku usaha memilih untuk tidak membuka usaha secara terbuka. Mereka lebih memilih menjadi home industri—kecil, tertutup, tapi setidaknya bebas dari tekanan. Ini adalah bentuk perlawanan diam dari ekosistem yang korosif. Namun, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi lokal sangat besar. Potensi usaha tidak tergarap maksimal, lapangan kerja sulit berkembang, dan kreativitas terhambat oleh rasa takut.

Pemberantasan pungli tidak cukup hanya dengan slogan. Dibutuhkan keberanian dari pelaku usaha untuk bersuara, dan keberpihakan nyata dari aparat serta pemerintah untuk melindungi mereka. Tanpa itu, kita hanya akan menyaksikan satu per satu pelita usaha kecil padam sebelum sempat bersinar.

Postingan populer dari blog ini

SMK SMAKBO baru

Durian Kabupaten Purworejo

Parkir Kendaraan Bermotor di Stasiun Bogor