Perang Kognitif, Senjata Sunyi yang Lebih Mematikan dari Peluru
Di tengah derasnya arus informasi dan kecanggihan teknologi, perang tidak mo lagi selalu berbentuk tembakan atau ledakan. Perang kognitif kini menjadi senjata baru yang tak terdengar, tak terlihat, namun dampaknya bisa jauh lebih dalam dari luka fisik. Jika perang fisik menghancurkan tubuh dan infrastruktur, maka perang kognitif menyerang pikiran, kepercayaan, dan persatuan masyarakat.
Bahaya perang kognitif justru terletak pada sifatnya yang samar. Disinformasi, manipulasi opini, dan propaganda halus menyusup melalui media sosial, memecah belah masyarakat, melemahkan kepercayaan terhadap institusi negara, dan merusak daya pikir kritis bangsa. Ketika masyarakat tidak sadar sedang disusupi, mereka menjadi agen penyebar ketidakstabilan tanpa disuruh.
Dibandingkan perang fisik yang dampaknya nyata dan bisa dilawan dengan kekuatan militer, perang kognitif membutuhkan kesadaran kolektif dan literasi digital tinggi. Tanpa itu, suatu bangsa bisa dihancurkan dari dalam, tanpa satu peluru pun ditembakkan.
Oleh karena itu, kesadaran terhadap perang kognitif bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Karena di era ini, yang diperebutkan bukan hanya tanah, tapi juga pikiran.